27.5 C
Mataram
Kamis, 2 Mei 2024
BerandaTradisi BudayaPertahankan Dila Jojor di Tengah Gempuran Lampu Hias

Pertahankan Dila Jojor di Tengah Gempuran Lampu Hias

Lombok Timur (Inside Lombok) – Keberadaan dila jojor tak banyak lagi ditemui di Pulau Lombok. Dahulu, salah satu sumber penerangan yang dibuat dari campuran minyak buah pohon jamplong atau jarak yang dicampur dengan kapas ini selalu dinyalakan di malam-malam mendekati akhir Ramadan. Sayang, kini dila jojor seperti tergerus eksistensinya oleh lampu-lampu led hias yang mulai banyak digemari masyarakat.

Dila jojor sendiri sudah ada sejak zaman dahulu, dan dinyalakan saat momen nuzulul qur’an atau pada malam menyambut lailatul qadar. Penerang tradisional yang berbentuk persis seperti sate. Cara membuatnya cukup gampang, yakni minyak buah jarak, kapuk, dan sisa parutan kelapa disatukan kemudian dibuat menyerupai sate.

Agar sempurna saat digunakan, dila jojor juga dijemur terlebih dahulu di bawah terik matahari sebelum dinyalakan. Salah seorang pembuat dila Jojor, Inaq Sunar mengatakan bahwa dalam membuat dila jojor persiapan yang dilakukannya sudah jauh-jauh hari sebelum memasuki Ramadan, di mana ia harus terlebih dahulu mencari dan mengumpulkan buah jarak dan kapuk dari kebun.

“Kita harus terlebih dahulu pergi memungut jamplong (jarak), karena harus kita keringkan dulu,” ungkapnya. Dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, tak jarang Inaq Sunar harus memenuhi bahan baku kapas dan minyak jarak dengan cara membeli dari pedagang pasar atau masyarakat sekitar. Di mana dalam satu karung kapas dibeli seharga Rp50 ribu.

- Advertisement -

Sementara jarak dibelinya seharga Rp5 ribu per kilogram untuk yang basah, dan Rp10 ribu per kilogram untuk yang sudah kering. Untuk harga jual dila jojor sendiri dijual Rp2 ribu untuk per lima tusuknya.

“Kalau kita di sini jualnya Rp2 ribu saja, beda lagi kalau di pasar karena yang jual itu para pengepul jadi harganya lebih mahal,” tuturnya. Dari penjualan dila jojor, Inak Sunar dalam seharinya bisa menjual sebanyak 50-100 tusuk. Keuntungan yang dihasilkan sendiri berkisar antara Rp100 – 150 ribu per harinya. “Biasanya pembeli banyak ke sini (rumahnya) pada saat menjelang prosesi maleman atau Nuzulul Qur’an” pungkasnya.

Produksi dila jojor sendiri merupakan pekerjaan musiman yang dilakoni Inak Sunar selama bulan Ramadan, keahlian dalam pembuatan sendiri didapatkan dari warisan turun temurun di keluarganya. (den)

- Advertisement -

Berita Populer