Mataram (Inside Lombok) – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mataram, Nusa Tenggara Barat, menolak eksepsi terdakwa pemerasan kontraktor proyek penataan kawasan wisata di areal Hutan Lindung Pusuk, Kepala Dinas Pariwisata (Kadispar) Lombok Barat nonaktif, Ispan Junaidi.
Juru Bicara Pengadilan Negeri Tipikor Mataram Fahtur Rauzi di Mataram, Kamis, mengatakan, eksepsi terdakwa Ispan Junaidi ditolak karena Majelis Hakim menilai dakwaan penuntut umum sudah masuk dalam pokok perkaranya.
“Majelis Hakim menilai materi eksepsi yang diajukan semuanya sudah masuk materi pokok perkara. Jadi dalam putusan sela hakim menyatakan eksepsinya ditolak,” kata Fathur Rauzi.
Karenanya, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, Sri Sulastri yang bertindak sebagai Ketua Majelis Hakim untuk terdakwa Ispan Junaidi, telah menyatakan, sidangnya dapat dilanjutkan ke dalam pembahasan pokok perkara.
“Diminta untuk dilanjutkan ke pemeriksaan. Karena itu hakim meminta jaksa penuntut umum pada pekan depan untuk menghadirkan saksi-saksi,” ujar dia.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Mataram, mendakwa Ispan Junaidi melakukan tindak pidana korupsi dengan modus memeras tiga kontraktor proyek penataan kawasan wisata yang bergulir di tahun 2019 dengan nominal yang dikantonginya mencapai Rp185 juta.
Dalam uraian dakwaannya, penuntut umum pada awalnya menjelaskan perihal tiga paket proyek penataan kawasan wisata yang bergulir di Dinas Pariwisata Lombok Barat dengan sumber anggarannya berasal dari dana DAK tahun 2019.
Paket pertama adalah proyek penataan kawasan wisata di Desa Sesaot, yang menelan anggaran Rp1,065 miliar dan dimenangkan CV Big Bang.
Kemudian ada proyek penataan kawasan wisata di Desa Buwun Sejati dengan nilai Rp1,090 miliar dan dikerjakan CV Tiwikrama. Terakhir, proyek penataan kawasan wisata di Desa Pusuk Lestari senilai Rp1,5 miliar yang dimenangkan CV Titian Jati.
Dari tiga proyek tersebut Ispan melalui saksi I Gede Aryana Susanta, pejabat pembuat komitmen (PPK) meminta seluruh rekanan untuk datang menghadap padanya.
Permintaan itu berkaitan dengan pencairan dana termin pertama setelah sebelumnya uang muka proyek dicairkan kepada masing-masing kontraktor.
Namun untuk mencairkan dana termin pertama, setiap kontraktor diminta untuk memberikan fee sebesar 8,5 persen dari nilai kontrak proyek. Jika tidak, pencairan dana untuk termin pertama bakal tersendat.
Setelah mendengarkan permintaan terdakwa, ketiga kontraktor, yakni Erwan Darwanto dari CV Tiwikrama, Topan Aprianto dari CV Bing Bang, dan Muhammad Tauhid dari CV Titian Jati, merasa keberatan dan meminta Ispan Junaidi untuk menurunkan standar fee menjadi 6,5 persen.
Hasilnya, Ispan Junaidi menyetujui persentase fee yang diajukan pihak kontraktor menjadi 6,5 persen. Namun satu diantaranya, yakni Muhammad Tauhid dari CV Titian Jati yang mengerjakan proyek penataan kawasan wisata di Desa Pusuk Lestari, menolak dan meminta untuk kembali menurunkan persentasenya.
Namun dari saksi pertama, Erwan Darwanto menyerahkan Rp63 juta melalui PPK, di Lesehan Pondok Galih. Kemudian dari Saksi kedua, Topan, terdakwa mendapatkan jatah Rp50 juta melalui PPK.
Sedangkan untuk saksi ketiga, Tauhid, yang tidak sanggup memberikan fee 6,5 persen, kembali melakukan negosiasi dan meminta persentase menjadi 5 persen.
Karena alasan kondisi lapangan yang cukup jauh, persentase 5 persen itu dikabulkan. Tepatnya pada Selasa (12/11), saksi ketiga, Tauhid, langsung menemui Ispan Junaidi diruangannya dan menyerahkan fee 5 persen dari nilai kontrak kerjanya, sebesar Rp72 juta.
Dari adanya transaksi tersebut, Tim Kejari Mataram langsung menuju kantor Dispar Lombok Barat dan menangkap terdakwa yang sedang berada di ruang rapat kerjanya dengan turut mengamankan tas yang didalamnya ditemukan amplop coklat berisi uang Rp73 juta bertuliskan Pusuk Lestari dan tas plastik hitam berisi uang Rp15 juta. (Ant)