31.5 C
Mataram
Sabtu, 23 November 2024
BerandaLombok BaratProduksinya Sering Terkendala Cuaca, Petani Garam di Sekotong Butuh Bantuan Tandon dan...

Produksinya Sering Terkendala Cuaca, Petani Garam di Sekotong Butuh Bantuan Tandon dan Gudang Kecil

Lombok Barat (Inside Lombok) – Terkendala cuaca yang tak menentu, ratusan petani garam di Sekotong awal tahun ini alami gagal panen. Akibatnya mereka tidak mampu memproduksi garam secara kontinyu. Kondisi itu pun membutuhkan perhatian pemerintah, di mana para petani garam membutuhkan bantuan sarana produksi.

Ketua Koperasi Syariah Bina Laut Sekotong, H. Badrun Tammam mengatakan bantuan yang dimaksud antara lain tandon untuk penyimpanan air tua, yaitu lapisan air paling atas dalam pembuatan garam, bagi petani yang menggunakan sistem gio isolator. Kemudian gudang kecil untuk penyimpanan tanah sebagai bahan produksi untuk petani garam rebus.

“Kalau ada air tua itu, walaupun musim hujan tetap bisa produksi garam, karena kan dia tidak kena hujan,” ujar Badrun. Perkiraan biaya yang dibutuhkan untuk penyiapan tandon air tua itu pun mencapai Rp150 juta untuk tiga kelompok.

Badrun lebih jauh menjelaskan, bahwa air tua itu nantinya bisa digunakan untuk produksi garam model tunnel yang sudah mulai dikembangkan petani. Di mana pematang garam ditutup menggunakan plastik. Sehingga tidak terpengaruh cuaca, walaupun hujan.

Kebutuhan untuk mendukung produksi garam itu pun diakuinya sudah diusulkan ke Pemda Lobar. Namun itu masih akan diajukan juga ke Pemprov NTB, dengan harapan agar pemerintah bisa mengintervensi kebutuhan tandon bagi petani garam yang ada di sentra produksi garam di Lobar itu.

Selain petani garam gio isolator, petani garam rebus atau halus juga diakuinya sangat membutuhkan bantuan gudang kecil untuk penyimpanan tanah sebagai bahan produksi garam. “Petani garam rebus ini butuh bantuan gudang kecil untuk stok tanah,” ungkap Badrun.

Akibat keterbatasan ini petani belum bisa memproduksi rutin setiap bulan. Menurutnya, kalau ada tandon air tua dan gudang kecil untuk tanah ini, maka produksi bisa dilakukan berkelanjutan bahkan tiap bulan.

Dijabarkan, para petani yang memproduksi garam gio isolator mengalami gagal panen sejak Februari 2023. Di mana para petani di sana hanya bisa memproduksi garam sebanyak 400 ton pada Desember 2022 dan Januari 2023.

“Februari lalu petani melakukan produksi. Namun ketika itu hujan besar, mengakibatkan lahan garam petani hanyut terendam. Jadi, lahan petani rusak akibat terendam air,” jelas Badrun.

Badrun menilai, proses produksi kala itu sebenarnya bisa saja dilanjutkan. Namun tambak garam petani kembali diterjang banjir hingga menyebabkan gagal total. “Sekarang ini baru mulai persiapan produksi lagi,” imbuhnya.

Proses produksi garam itu pun ditargetkan bisa dilakukan pada Mei ini, guna memenuhi kebutuhan beberapa bulan sebelumnya. Tak bisa dipungkiri, jumlah produksi saat ini tidak mampu mencapai target 1.500 ton yang sudah ditetapkan. Hasil produksi yang bisa dicapai rata-rata baru 400 ton tahun ini, sedangkan tahun lalu pun mencapai 70 persen dari target tersebut. Jumlah itu dari luas lahan sekitar 30-45 hektare di areal pengembangan garam gio isolator Dusun Beretong dan Empol, masing-masing dengan jumlah petani garam 40 orang.

Saat ini para petani garam pun hanya berupaya mempertahankan produksi yang sudah ada untuk memenuhi kebutuhan pembeli. Baik dari ASN Pemda, PDAM, maupun masyarakat umum. Dijelaskan Badrun, dengan kenaikan harga garam saat ini, pihaknya tetap berusaha memenuhi kebutuhan ASN agar kontrak tidak diputus pemda.

“Sebab kalau tergiur dengan harga saat ini, dan tidak menyuplai ke ASN, maka pangsa pasar petani yang bersifat kontinyu atau tetap akan hilang. Meski harga jual garam beryodium ke ASN Rp8-9 ribu per kilogram. Dibanding harga di pasaran saat ini yang sudah menembus Rp15 ribu, garam yang belum diolah atau garam halus,” bebernya.

Sementara itu, Kadis Kelautan dan Perikanan (DKP) Lobar, Lalu Sukawadi mengatakan belum ada anggaran untuk membantu tandon air tua dan gudang kecil bagi petani garam. “Kita sudah usulkan ke pusat, tapi tidak ada respon pusat,” ujarnya.

Sukawandi menilai kelompok petani garam tidak mau berbuat dan pasif menunggu bantuan dari pemda. “Padahal bantuan dari pemda susah dan pusat juga susah,” pungkasnya. (yud)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer