Lombok Barat (Inside Lombok) – Berubah warna dan berbau, sumur warga di Dusun Nyiur Gading, Desa Montong Are, Kecamatan Kediri diduga tercemar BBM jenis Pertalite. Hal itu diduga terjadi karena adanya kebocoran pipa milik SPBU yang lokasinya tidak jauh dari tempat tinggal mereka.
Kondisi ini pun menimbulkan kekhawatiran, hingga berdampak terhadap aktivitas harian masyarakat, seperti memasak, mandi dan mencuci. “Kondisi ini sudah sekitar 4 bulan. Awalnya (aromanya) tidak begitu keras, seperti bau plastik, tapi karena di sumur saya ini airnya kita ambil menggunakan timba, itu baunya sangat keras,” tutur M. Nasir, salah seorang warga yang sumurnya tercemar saat dikonfirmasi, Selasa (03/10/2023).
Akibatnya, ia dan keluarga tak berani menggunakan air tersebut untuk masak dan mandi. Bahkan, jika digunakan untuk mencuci piring pun ia harus membilasnya dengan air galon isi ulang. “Kalau untuk cuci sayur, masak dan sebagainya sama sekali tidak (menggunakan air sumur). Karena sama sekali tidak layak untuk dikonsumsi,” bebernya.
Selain dinilai tak layak untuk dikonsumsi, ia mengakui tanamannya yang sempat disiram menggunakan air sumur itu pun menjadi kuning, kering dan bunga serta daunnya rontok. Keluhan yang sama pun ia dengar juga dari tetangganya. Bahkan, mereka yang airnya tercemar belakangan, kondisinya justru lebih parah karena warna dan aromanya lebih pekat.
Nasir dan warga lainnya yang terdampak telah melaporkan kondisi itu dan datang membawa sampel air tersebut ke pihak Pertamina. Upaya mediasi yang dilakukan warga dengan pihak SPBU Montong Are tersebut belum mendapatkan jawaban, karena masih menunggu pihak berwenang.
“Dia (Pertamina, Red) dikatakan kaget sih tidak, karena sudah ada laporan bukan hanya dari satu atau dua orang. Cuma mungkin, saat saya membawakan sampelnya dari sumur saya, itu sudah bukan lagi air tapi cairan bensin. Dan mereka meminta seperti surat tertulis dari Kadus sini ke Desa. Kemudian Desa bersurat ke SPBU yang di sini,” terang pria yang rumahnya berjarak kurang lebih 100 meter dari SPBU tersebut.
Mengingat proses yang dibutuhkan untuk mediasi itu terbilang panjang, pihaknya khawatir kondisi pencemaran itu nantinya justru makin parah. Dia berharap pihak terkait bisa segera melakukan penanganan agar jangan sampai kondisi yang dinilai membahayakan dan rentan menyebabkan percikan api itu justru menimbulkan adanya korban jiwa.
Keluhan serupa juga diutarakan oleh Mahani, yang mengaku resah lantaran tidak berani memasak maupun membakar sampah karena takut terjadi kebakaran. “Sudah dibilang sebelumnya, untuk tidak bakar-bakar sementara, takut menyulut api,” ujar wanita paruhbaya tersebut.
Ia menyampaikan sumurnya telah berbau sejak tiga hingga empat bulan terakhir. “Tapi baru hari ini berubah warna begini. Untuk sehari-hari, kami terpaksa membeli air untuk masak dan minum. Untuk mandi terpaksa kami gunakan air itu,” tandasnya. (yud)