Mataram (Inside Lombok) – Rencana kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Asosiasi Pengusaha Hiburan (APH) Senggigi meminta kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) mulai tahun depan dikaji kembali. Pasalnya, jika rencana ini ditetapkan maka akan semakin memberatkan kondisi pengusaha.
Ketua APH Senggigi, Suhermanto menilai, bahwa semua pajak selalu dibebankan kepada pengusaha. Sedangkan pengusaha ketika membeli barang sudah dikenakan pajak, dan ketika menjual juga akan mengenakan pajak dan itu dibebankan kepada konsumen. Tentu ini semakin memberatkan kondisi keduanya.
“Kepada pengusaha sudah sosialisasi masalah pajak, cuma kan kita minta ditinjau kembali. Kenapa mesti harus ada 40 persen, 12 persen. Di all in kan saja, kalau semuanya 12 persen. Apa bedanya,” ujarnya, Jumat (22/11).
Peninjau kembali ini diharapkan agar beban pengusaha dunia hiburan lebih ringan. Pasalnya bebannya saat ini cukup berat, seperti dari Wahana Musik Indonesia yang meminta royalti dengan nilai yang tidak rasional kepada tempat hiburan atau cafe yang memainkan musik.
“Intinya kita APH Senggigi itu dengan kenaikan beban pajak 12 persen, itu berat. Pada saat beli barang sudah kena PPN, kita jual dan keuntungannya lagi kena pajak, itu kan sudah double. Jadi bebannya dua kali,” terangnya.
Saat ini kondisi pengusaha hiburan, terutama karaoke sudah mati atau tidak beroperasional lagi. Ditambah kondisi mati karena yang ilegal banyak sekali muncul, bahkan kesannya ada pembiaran. Sehingga pengusaha yang legal menjadi pesakitan. Karena harus membayar pajak dan biaya operasional lainnya.
“Jadi pemerintah Lombok Barat hanya menjalankan saja apa yang diperintahkan pusat. Sementara pemerintah tidak tegas menindak, seharusnya yang bisnis ilegal itu d tangkap, penjarakan bukan penertiban,” jelasnya.
Menurutnya, selama ini penertiban saja dan tidak ada punishment atau hukuman yang diberikan kepada pengusaha ilegal ini. “Kalaupun ada denda hanya Rp50 juta, ringan. Sementara hasilnya mereka miliaran, masak dendanya hanya segitu. Kita yang legal ini mau dapat 50 juta susah. Maka kita minta ditinjau lagi,” demikian. (dpi)