27.5 C
Mataram
Selasa, 30 April 2024
BerandaBerita UtamaKisruh Mantan Karyawan dengan PT. Jembatan Baru Masuk Tahap Tripartit

Kisruh Mantan Karyawan dengan PT. Jembatan Baru Masuk Tahap Tripartit

Lombok Barat (Inside Lombok) – Penyelesaian kisruh mantan karyawan dengan perusahaan retail modern PT. Jembatan Baru (JB) yang berlokasi di Kediri, Lombok Barat akhirnya masuki proses Tripartit. Dalam mediasi yang difasilitasi Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Lobar dipertemukan pihak pengadu, dalam hal ini mantan karyawan, dengan pihak perusahaan guna mencari solusi terbaik dan adil bagi kedua belah pihak.

Sebelumnya, lima orang mantan karyawan JB mengadukan perusahaan lantaran dinilai mengeluarkan kebijakan yang dirasa merugikan karyawan, baik saat masih bekerja maupun setelah mengundurkan diri. Kebijakan tersebut mulai dari kewajiban karyawan membayar barang-barang yang tidak laku, hingga soal ijazah yang ditahan perusahaan dan harus ditebus hingga puluhan juga saat mereka memilih mengundurkan diri.

“Terkait persoalan ijazah, upah, beban, selisih juga termasuk uang pisah juga masuk di sana. Yang kita tekankan di sini, ijazah itu akan diberikan (dikembalikan) tanpa ada yang tadinya mereka disuruh menebus, itu tidak ada lagi,” terang Kabid Mediasi Disnaker Lobar, Asmuni Hadi saat ditemui usai mediasi antara mantan karyawan dan pihak JB, Senin (26/12/2022).

Selanjutnya, terkait beban yang harus dibayar karyawan saat ada barang mudah basi yang tidak laku terjual tidak harus dibayar seluruhnya. Hal itu termasuk untuk pembayaran kerusakan, kehilangan, dan barang kadaluarsa yang tidak bisa dikembalikan yang dibebankan perusahaan kepada karyawan.

- Advertisement -

Asmuni menyebut pihak perusahaan, dalam hal ini JB, telah menyatakan komitmen untuk memberi keringanan pada karyawan. “Misal pembebanannya Rp10 juta, itu tidak mesti harus terbayarkan Rp10 juta. Akan ada kebijakan dari pihak perusahaan, memang beban ini sudah menjadi tanggung jawab karyawan ketika ada barang-barang yang hilang atau rusak. Ini terlepas dari barang-barang yang tidak bisa diretur,” bebernya.

Berdasarkan pengakuan beberapa karyawan yang telah diterima pihaknya, nilai pembebanan yang diberikan kepada mereka membengkak lantaran bukan hanya untuk barang yang hilang atau rusak, melainkan juga untuk barang-barang yang tidak bisa diretur.

“Memang secara spesifik di dalam kontrak kerja itu tidak ada (soal pembebanan). Tetapi ketika mereka briefing, dari pengakuan JB, itu telah disampaikan terkait dengan itu. Tapi terkait dengan barang hilang atau rusak ketika di dalam retail, itu sudah lumrah jadi tanggung jawab dari karyawan,” beber Asmuni.

Mengingat, para mantan karyawan tersebut juga selama ini telah lama bekerja untuk membantu keuntungan perusahaan. Sehingga persoalan-persoalan ketidakadilan yang mereka rasakan diupayakan untuk menemukan solusi yang adil.

“Selain itu, THR juga akan diberikan, sesuai berapa kekurangan THR yang belum diberikan. Trus tali asih juga akan diberikan,” imbuh dia.

Pihak Dinas diakuinya berupaya untuk memutus mata rantai ketika ada perusahaan yang menerapkan kebijakan atau aturan yang salah. “Iya (ada aturan yang salah itu juga diakui), karena mereka beralasan kebijakan itu sudah diturunkan dari pihak (manajemen) yang sebelumnya,” tutur dia.

Sehingga pembebanan yang telah dibayarkan oleh beberapa karyawan yang telah mengundurkan diri tersebut diakuinya akan tetap berlaku. Namun, akan diberikan keringanan.

“Itu akan tetap berlaku, karena akan terhitung akumulatif karena itu sudah sistem di sana (perusahaan). Tapi ada kelonggaran, ada kebijakan terkait apa yang sudah dibebankan,” tandasnya.

Sementara itu, kuasa hukum pihak JB, Deni Arif Cahyadi menyebut terkait penahanan ijazah yang dilakukan oleh pihak perusahaan, itu kemungkinan karena mantan karyawan yang bersangkutan masih memiliki beban yang belum dibayarkan.

“Terkait ijazah itu kan mungkin karena masih ada beban, jadi otomatis belum bisa dikeluarkan,” terangnya.

Sehingga, kata dia, saat karyawan masuk untuk bekerja ijazah dijaminkan terkait dengan risiko-risiko terhadap pekerjaan tersebut. Kemudian ketika karyawan yang bersangkutan setuju, maka disebutnya itu sah-sah saja.

“Jadi aturan yang mengatur secara detail terkait itu tidak ada, jadi kita kembali ke kebebasan berkontrak. Tatkala semua pihak bersepakat untuk itu, ya clear,” jelasnya.

Hal itu pun, kata dia, banyak diberlakukan oleh perusahaan-perusahaan lain. Ijazah disebutnya tidak akan ditahan bila karyawan yang bersangkutan tak memiliki beban atau hutang terhadap perusahaan.

Namun terkait pembebanan apabila ada barang yang rusak, Deni menilai bahwa itu memang menjadi risiko pekerja. “Misalnya gini, dalam suatu pekerjaan, tatkala tidak diatur hal-hal seperti itu, pekerja akan seenaknya nanti, karena di KUH Perdata juga mengatur itu. Kerugian memang harus ditanggung,” pungkasnya. (yud)

- Advertisement -

Berita Populer