25.5 C
Mataram
Jumat, 26 April 2024
BerandaBerita UtamaMahalnya Tarif Masuk Bukit Seger Dikeluhkan Wisatawan, Dispar Loteng: Kami Tidak Bisa...

Mahalnya Tarif Masuk Bukit Seger Dikeluhkan Wisatawan, Dispar Loteng: Kami Tidak Bisa Intervensi

Lombok Tengah (Inside Lombok) – Sejumlah wisatawan dari luar daerah mengeluhkan mahalnya tarif masuk menuju objek wisata Bukit Seger yang berlokasi di Desa Kuta Mandalika, Lombok Tengah (Loteng).

Salah satu wisatawan dari luar Pulau Lombok yang tidak ingin disebutkan namanya menuturkan pengalamannya. Saat itu ia bersama rombongan menggunakan mobil, sesampai di Bukit Seger mereka dicegat di portal pertama dan diminta biaya masuk.

“Katanya untuk lewat saja bayar Rp10 ribu, dan saya bilang mau naik ke atas Bukit Seger, dan jarak lima meter dicegat lagi di portal kedua katanya kalo mau naik ke atas harus bayar Rp40 ribu,” tuturnya kepada Inside Lombok.

Ia pun merasa heran dan bingung dengan tarif masuk ke lokasi tersebut yang dirasa sangat mahal. “Saya mau bertanya memang benar tiket masuk ke sana (Bukit Seger) sampai Rp50 ribu? Apakah itu peraturan atau kesepakatan dari kepala daerah setempat,” ujarnya.

- Advertisement -

Adanya dua portal penyetopan pun menjadi pertanyaan wisatawan. Mengalami hal tidak mengenakkan itu, ia pun mengaku menjadi takut untuk mendatangi lokasi wisata tersebut. “Jujur saya jadi takut untuk datang lagi ke sana,” ujarnya.

Menyikapi hal itu, Kepala Dinas Pariwisata Loteng, Lendek Jayadi mengatakan pihaknya tidak bisa berbuat banyak atas banyaknya keluhan wisatawan yang ingin masuk dalam kawasan Mandalika.

“Itu kawasan ekonomi khusus, kami tidak bisa masuk ke arah kebijakan karena itu kan pengembangannya ITDC,” katanya.

Ia menjelaskan, para pengunjung yang hendak berwisata di Bukit Seger yang banyak dikeluhkan wisatawan lantaran biaya masuk yang dipatok terlalu tinggi. Mengenai hal itu, pihaknya mengaku tidak bisa mengintervensi.

“Memang secara aturan dan kebijakan kami tidak bisa intervensi, karena itu kan wilayah KEK,” imbuhnya.

Dikatakan Lendek, otorisasi dan standarisasi pelayanan wisata sebenarnya sudah ada. Tinggal diterapkan saja. Namun diakuinya penerapanya yang sulit, bahkan hasil dari pendapatan di lokasi tersebut tidak masuk menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Iya tidak bisa karena itu wilayahnya ITDC, tapi kalau dari hasil kerja ITDC baru masuk ke PAD,” pungkasnya. (fhr)

- Advertisement -

Berita Populer