32.5 C
Mataram
Rabu, 16 Oktober 2024
BerandaEkonomiTak Dapat Keuntungan, KWT Sugian di Sambelia Berhenti Ekspor Mete Gelondongan

Tak Dapat Keuntungan, KWT Sugian di Sambelia Berhenti Ekspor Mete Gelondongan

Mataram (Inside Lombok) – Kelompok Wanita Tani (KWT) Desa Sugian, Kecamatan Sambelia, Lombok Timur berhenti mengekspor hasil pertanian berupa mete ke Taiwan dan Hongkong. Pasalnya, mete yang diekspor masih dalam bentuk mentahan atau gelondongan, sehingga tidak memberikan keuntungan bagi KWT yang mengolah mete menjadi sebuah produk.

Pemutusan kontrak ekspor mete dilakukan lantaran tidak sejalan dengan visi misi dari KWT tersebut. Di mana KWT Sugian mengolah mete untuk mendapatkan nilai tambah dari hasil pertanian tersebut. Mengingat di dusun itu banyak masyarakat setempat menghasilkan mete.

“Tahun ini kita akhiri untuk mitra ekspor. Karena ekspor itu dia minta gelondongan, kalau kita terima, itu tidak ada keuntungan. Selama ini kita ekspor tapi menggunakan bendera orang dengan tujuan ke Taiwan dan Hongkong,” ujar Marketing KWT Sugian, Handedi, Senin (30/9).

Sekarang ini untuk mete dikelola sendiri oleh para anggota kelompok. Menurutnya untuk ekspor ini rantai distribusinya cukup banyak. Apalagi mete yang diekspor seluruhanya dan dilakukan setiap kali panen saja. Mengingat masa panennya tidak bisa terus menerus.

- Advertisement -

“Hal ini beda visi misi dengan KWT, tujuannya kita untuk menambah nilai jual dan pemberdayaan. Kalau kita kasih ke pihak kedua, semuanya habis. Jadi anggota KWT tidak ada kerjaan,” terangnya.

Pasalnya dalam sekali panen jumlahnya cukup banyak, hingga sebanyak 2 truk yang diekspor keluar dengan kekeringan sekitar 15 %. Dimana dari 2 truk mete tersebut, ada sekitar 15 ton mete setengah matang. “Jadi kita sortir, kalau grade A nya baru kita kasih. Kemarin itu dengan sistem bagi hasil, karena kita pakai benderanya,” katanya.

Saat ini untuk harga mete di tingkat petani masih terbilang mahal, yakni Rp25.000/kg. Jika kondisinya tengah murah, di angka Rp9.000-10.000. Karena kondisi tengah masa panen. Di sisi lain, sekarang yang menjadi tantangan lainnya yakni ada pengepul dari Jawa. Sehingga harga ditingkat petani lebih mahal dan bisa saja kekurangan bahan baku.

“Sekarang ini saingannya dari jawa langsung ke petani. Seperti kemarin yang memborongnya langsung datan., tapi kita tidak mau seperti itu. Jadi harus diolah supaya punya penghasilan, makanya kita mendorong pengolahan itu,” demikian. (dpi)

- Advertisement -

Berita Populer