Lombok Barat (Inside Lombok) – Angka pernikahan di bawah umur di Lombok Barat (Lobar) disebut masih tinggi meski secara umum persentasenya mengalami penurunan. Masih tingginya kasus pernikahan anak ini disinyalir lantaran dipengaruhi faktor ekonomi masyarakat.
“Faktor kemiskinan menjadi salah satunya (penyebab pernikahan di bawah umur),” ujar Penjabat Bupati Lobar, Ilham saat dikonfirmasi usai menghadiri acara yang diselenggarakan oleh PLAN Internasional, Rabu (29/05/2024).
Dia menyebut rentetan efek dari kemiskinan tersebut, justru bermuara pada kasus pernikahan dibawah umur. Lantaran masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa itu bisa menjadi jalan keluar.
Karenanya, beragam program tengah diupayakan Pemda Lobar untuk terus menekan angka kemiskinan. “Mulai dari membangun rumah sakit, agar masyarakat sehat dan produktif. Agar dapat bekerja dan menurunkan kemiskinan. Begitu juga dengan membangun sekolah. Agar masyarakat terdidik dan memiliki jasa yang lebih baik. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” terangnya.
Sementara itu, Gema Cita Project Manager dari PLAN International, Marzalena Zaini mengatakan bahwa di Lobar, Kecamatan Sekotong menjadi salah satu kawasan yang masih sulit menurunkan angka pernikahan dini tersebut. “Kemarin saya bicara sama Kepala Pengadilan Agama pun menyebutkan ternyata tidak hanya di Sekotong. Bahkan kecamatan lain pun masih tinggi,” bebernya.
Berdasarkan data dispensasi nikah di Pengadilan Agama Giri Menang memperlihatkan terjadinya peningkatan. Dari yang angkanya berkisar pada 262 kasus di tahun 2021, justru meningkat menjadi 959 di tahun 2022. Kemudian, berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi NTB, angka kehamilan tidak diinginkan pada remaja di Lobar juga disebut menunjukkan peningkatan sebesar 366 persen. Di mana pada tahun 2021 lalu, angkanya berkisar 262 kasus. Namun, pada tahun 2022 meningkat menjadi 959 kasus.
“Tapi kalau secara kumulatif kami belum bisa pastikan data dari PLAN angka pernikahan ini berapa,” imbuh dia. Dampak dari meningkatnya kasus pernikahan dibawah umur itu berujung pada kasus putus sekolah. Terlebih jika mereka telah memiliki anak.
Kondisi ini pun banyak terjadi pada anak perempuan. Kondisi ini dikhawatirkan dapat menghambat dan memperkecil kesempatan mereka untuk mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang layak.
“Sebagian besar akan melakukan pekerjaan-pekerjaan dengan pendapatan rendah. Sehingga kesempatan untuk bisa mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik semakin jauh dari harapan,” ketusnya.
Youth Advocate dari Plan International, Fira Aswarik mengatakan ketika melakukan pembimbingan di desa-desa, fenomena pernikahan dibawah umur malah menjadi hal yang lumrah. Karena dipengaruhi juga salah satunya oleh awik-awik adat yang menyebabkan pernikahan dini terjadi.
Fira juga menyebutkan, bahwa Plan sudah melakukan “belas” atau pemisahan, sebagai upaya untuk mencegah terjadinya perkawinan anak sebanyak delapan kasus, dalam rentang waktu 2022-2023. (yud)