Mataram (Inside Lombok) – Ketua Harian Yayasan Abhipraya Insan Cendikia Indonesia (YAICI), Arif Hidayat, mengatakan kandungan susu pada susu kental manis (SKM) hanya satu persen, sisanya justru memiliki kandungan gula dan karamel, karena itu berbahaya bagi anak di bawah umur 12 tahun.
“Berdasarkan data yang kami peroleh atau bisa dilihat di label SKM, kandungan susunya sangat sedikit dan itu sangat berbahaya bagi anak,” kata Arif saat memberikan penyuluhan kesehatan di Universitas Muhammadiyah Mataram di Mataram, Kamis.
Ia menjelaskan, dari satu abad belakangan tepatnya sejak tahun 1920, masyarakat sudah direcoki SKM yang dinilai setara dengan susu dari iklan di televisi. Padahal dalam penelitian, justru SKM lebih banyak mengandung gula.
“Dari satu abad lalu kita sudah direcoki itu adalah susu dan 50 pemberitaan melalui Televisi. Jadi sampai sekarang masih banyak yang menganggap SKM itu susu,” ujarnya
Pemerintah melalui Balai Pengawas Obat dan Makanan telah memberikan empat larangan terhadap iklan SKM. Larangan tersebut yakni iklan atau produk dilarang menampilkan anak usia di bawah lima tahun, dilarang menggunakan visualisasi SKM setara susu lain atau pelengkap zat gizi, dilarang menggunakan visualisasi susu dalam gelas yang diseduh dan iklan dilarang ditayangkan pada jam acara anak-anak.
Arif mengatakan, SKM sangat berbahaya jika dikonsumsi dengan cara diseduh (dicampur air panas), karena kadar gula sangat banyak dan melebihi batas konsumsi gula harian. Seharusnya, lanjut dia, SKM digunakan sebagai topping bukan sebagai minuman.
“Kami meneliti di Kendari dan di Batam. Di Banten kami temukan salah satu penyebabnya adalah SKM, dia gizi buruk,” ungkapnya.
Dia mengatakan, meskipun dikeluarkan larangan namun pihak SKM justru mengiklankan produk mereka langsung ke masyarakat.
“Mereka mempromosi langsung ke lapangan, mereka datangi sekolah, kumpulan komunitas, berdayakan vloger, jadi tetap bermain di arena susu,” paparnya.
Selain menyebabkan gizi buruk, mengkonsumsi SKM pada anak juga dinilai menyebabkan diabetes. Namun meskipun memiliki bahaya, SKM dapat dijumpai di supermarket yang justru ditaruh pada rak khusus susu.
SKM diketahui hanya pelengkap makanan, bukan merupakan susu. Sehingga sangat berbahaya jika masyarakat luas meyakini SKM adalah susu.
“SKM diasumsikan sebagai susu berasal dari iklan televisi. Temuan kami, mereka meyakinkan SKM sebagai susu justru dari perawat di desa,” jelasnya.
Di luar negeri katanya, tidak ada lagi yang mengkonsumsi SKM. Karena mereka menyadari jika mengkonsumsi rutin akan mengancam keselamatan generasi masa depan.
Di tempat yang sama, Kepala Dinas Kesehatan NTB, Nurhandini Eka Dewi, mengatakan mengonsumsi SKM akan berisiko dari sisi gizi, karena asupan gizi tidak mencukupi.
Sementara itu Aisyiyah sebagai organisasi Persyarikatan Muhammadiyah mengapresiasi dan mendukung penuh program sosialisasi terkait SKM yang dilakukan oleh YAICI.
Ketua Majelis Kesehatan PP Aisyiyah, Chairunnisa mengatakan perlu ada pengawalan terhadap kesehatan generasi penerus bangsa.terutama mensosialisasikan resiko atas penggunaan SKM sebagai susu.
“Tanggung jawab kesehatan masyarakat memang ada di tangan pemerintah. Namun pekerjaan rumah ini akan lebih efektif dan efisien bila dilakukan oleh seluruh elemen yang ada termasuk keluarga sebagai elemen terkecil dalam sebuah negara,” jelas Chairunnisa.
Yayasan Abhiparaya Insan Cendikia Indonesia (YAICI), bersama Pengurus Pusat Aisyiyah menjalin kerja sama melaksanakan edukasi bijak mengkonsumsi susu kental manis (SKM) di sejumlah kota di Indonesia.
Edukasi diadakan dalam bentuk talkshow dan kreasi makanan sehat bergizi. Di kota Mataram, NTB, kegiatan edukasi diadakan, dihadiri 200 kader dan dihadiri oleh kepala BPOM NTB, dan Kepala dinas kesehatan NTB. (Ant)