27.5 C
Mataram
Sabtu, 11 Mei 2024
BerandaBerita UtamaGegara Omnibus Law, Pemilik Usaha Kecil Isi Ulang Gas Kaleng Kena 2...

Gegara Omnibus Law, Pemilik Usaha Kecil Isi Ulang Gas Kaleng Kena 2 Bulan Penjara dan Denda Rp1 Juta

Mataram (Inside Lombok) – Pemuda 27 tahun asal Lombok Utara inisial ZM yang membuka usaha isi ulang gas kaleng diputus bersalah oleh pengadilan. Ia dikenakan hukuman 2 bulan penjara dan denda sebesar Rp1 juta.

ZM dinyatakan bersalah karena melanggar ketentuan Omnibus Law Pasal 55 pada paragraf 5 Pasal 40 UU No. 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang mengubah UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang ancaman hukumannya 6 tahun penjara dan denda Rp60 miliar.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mataram dalam putusannya menyatakan ZM terbukti bersalah, berdasarkan surat dakwaan Penuntut Umum menyalahgunakan LPG subsidi 3 kilogram ke tabung-tabung portabel atau kaleng, kemudian dijual kepada para pendaki. Lantaran membuka usaha itu, ZM harus menjalani hukuman penjara selama 2 bulan dan denda sebesar Rp1 juta subsider 1 bulan kurungan.

“Putusan ini telah mempertimbangkan itikad baik klien kami, untuk kelestarian lingkungan gunung Rinjani dari sampah tabung portabel dan memiliki kelakuan baik di masyarakat serta bersikap jujur selama persidangan,” ujar Tim Penasehat Hukum ZM, Yan Mangandar Putra, Rabu (28/12).

- Advertisement -

Atas putusan tersebut dari pihak penuntut umum dan tim penasehat hukum terdakwa menerima, sehingga putusan Majelis Hakim telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah. Putusan Majelis Hakim lebih ringan dari Tuntutan Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Mataram yaitu pidana penjara selama 3 bulan dan denda Rp1 juta subsider 2 bulan kurungan.

“Insyaallah dengan putusan ini klien kami ZM akan hirup udara bebas minggu depan sekitar tanggal 6 Januari 2023,” tuturnya.

Tim Penasehat Hukum berharap tidak ada lagi masyarakat kecil seperti ZM yang menjadi korban kriminalisasi oleh kepolisian menggunakan ketentuan Omnibus Law, yang faktanya secara formil UU Cipta Kerja adalah ketentuan yang tidak memiliki kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Sehingga telah dinyatakan inkonstitusional secara bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi RI No. 91/PUU-XVIII/2020 tanggal 25 November 2021.

Kasus ini pun disebut tim penasehat hukum cukup mengecewakan, berdasarkan fakta persidangan bahwa penyidik Polres Lombok Utara memproses kasus ZM hanya karena ada perintah Mabes Polri, agar kepolisian di daerah menangani kasus migas.

“Kami menilai kepolisian salah memaknai perintah tersebut, bukan untuk memenjara masyarakat kecil seperti ZM,” ujar Yan. Menurutnya, arahan itu harusnya lebih dulu menyasar kasus-kasus besar seperti penimbunan BBM Bersubsidi di SPBU Meninting Lombok Barat dengan barang bukti 1.500 liter dan kapal tanker di Lombok Timur dengan barang bukti 544.00 liter yang pastinya berdampak luas bagi masyarakat sampai hari ini proses kasusnya tidak.

“ZM hidup di bawah kaki Gunung Rinjani, tentu awam dengan hukum, dari awal bertemu kami Tim PKBH UIN Mataram sudah sangat sabar berupaya ikhlas hadapi cobaan ini,” ungkapnya. (dpi)

- Advertisement -

Berita Populer