Mataram (Inside Lombok) – Fisher Center, yang mengawasi pengaduan nelayan dan ABK Indonesia, menyebut adanya laporan pengaduan seorang WNI yang wafat di kapal ikan berbendera China, setelah mengalami sakit dan kerap mendapat perlakuan tidak manusiawi. Terdapat 12 Anak Buah Kapal (ABK) asal Indonesia, salah satunya berasal dari NTB.
“Menurut pengaduan yang disampaikan, korban meninggal akibat sakit karena selama di kapal sering mendapat perlakukan tidak manusiawi dari kapten kapal,” kata pengelola Fisher Centre Bitung, dan juga Manajer Lapangan SAFE Seas Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, Laode Hardiani, dalam rilis yang diterima di Jakarta, Rabu.
Ia memaparkan, dalam laporan yang diterima pada 8 Juli ini, selama bekerja di kapal LU QIAN YUAN YU 118, ABK Indonesia mengalami kekerasan fisik, makanan tidak terjamin dan ABK yang sakit tetap dipaksa untuk bekerja.
“Walaupun sudah banyak korban, perlakuan yang diterima oleh ABK Indonesia di kapal China tidak berubah,” kata Laode Hardiani.
Lanjutnya, Yadi meninggal akibat pemukulan dari kapten, tendangan yang mengenai dada korban.
“Setelah pemukulan itu Yadi langsung jatuh sakit, ironisnya lagi pada saat sakit yadi tidak diberi makan, ketika kondisi sudah kritis baru diberi roti dan susu,” kata Laode Hardiani.
Menurut laporan tersebut, Yadi meninggal pada saat kapal melakukan operasi penangkapan cumi di perairan Argentina sekitar dua pekan lalu.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia mengatakan bahwa di atas kapal LU QIAN YUAN YU 118 terdapat 12 orang ABK asal Indonesia yang direkrut oleh sebanyak tiga agen pemberangkatan ABK di Indonesia.
“ke-12 orang ABK tersebut diberangkatkan oleh perusahaan berbeda yaitu masing-masing oleh PT MTB, PT DMI dan PT MJM,” kata Abdi.
Adapun korban meninggal atas nama Yadi direkrut dan dikirim oleh PT MTB di Tegal. Seperti diketahui PT MTB tidak memiliki izin operasional yaitu Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal dari Kementerian Perhubungan dan Surat Izin Perusahan Penempatan Pekerja Migran dari Kementerian Tenaga Kerja.
“Berdasarkan catatan kami, sampai saat ini terdapat 27 orang ABK Indonesia yang menjadi korban dari PT MTB dengan status meninggal, hilang dan selamat,” kata Abdi. Atas kejadian ini akan menambah daftar korban ABK Indonesia yang direkrut dan dikirim bekerja ke kapal ikan China oleh PT MTB.
Proses penegakan hukum terhadap pimpinan PT MTB telah dilakukan oleh Kepolisian Daerah Jawa Tengah sejak tanggal 17 Mei 2020 dengan melakukan penahanan kepada Direktur dan Komisaris PT MTB.
Pihaknya mendorong Kapolri memberikan perhatian khusus pada masalah ini karena menyangkut kejahatan perdagangan orang yang menimbulkan kerugian korban jiwa, orang yang hilang dan asal korban dari berbagai provinsi di Indonesia.
“Korban TPPO yang diberangkatkan oleh PT MTB bukan dari Tegal dan Jateng saja tapi dari Pematang Siantar, Padang, Magetan, NTB, Lampung dan Jakarta sehingga kasus PT MTB semestinya ditangani oleh Bareskrim,” kata Abdi.