28.5 C
Mataram
Sabtu, 27 April 2024
BerandaHukumUpaya Eksekusi Lahan Sengketa di Gili Sudak, Warga Halau Juru Sita Pengadilan

Upaya Eksekusi Lahan Sengketa di Gili Sudak, Warga Halau Juru Sita Pengadilan

Lombok Barat (Inside Lombok) – Warga Gili Sudak, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat (Lobar) menghalau Juru Sita Pengadilan Negeri (PN) Mataram yang akan mengecek pencocokan batas-batas tanah sengketa di sanna, Kamis (21/3) siang lalu. Pasalnya, penggugatan atas lahan itu dinilai warga bisa menghambat bisnis pariwisata yang berjalan di tempat mereka.

Sebagai informasi, ada dua tergugat dalam sengketa lahan itu. Antara lain lahan tergugat satu atas lahan seluas 0,43 hektare yang saat ini menjadi bagian dari penginapan yang sudah dibangun di destinasi wisata itu, kemudian tergugat dua atas nama Debora Susanto atas lahan 0,98 hektare yang menjadi bagian dari tanah kosong.

Kuasa hukum penggugat, Hendi Ronanto menyebut kliennya telah dimenangkan oleh Mahkamah Agung (MA), sehingga pencocokan batas lahan sengketa itu harus dilakukan. Karena itu, pihaknya meluruskan bahwa juru sita pengadilan yang datang ke Gili Sudak bukan untuk eksekusi lahan, melainkan melakukan pencocokan data terhadap objek sengketa.

“Itu bukan eksekusi, tapi konstatering atau pencocokan data antara berkas dengan batas-batas di lapangan, apa kondisi terakhir di lapangan. Jadi keliru dan berlebihan kalau itu dibilang itu eksekusi, karena penetapan eksekusi belum keluar,” jelasnya. Dijelaskan pihaknya, lahan itu sudah dipastikan sebagai milik kliennya. “Kami memegang putusan PK nomor 366 tahun 2023 bulan Agustus. Kami menang,” tegasnya.

- Advertisement -

Terkait kapan lahan itu akan dieksekusi, disebutnya akan ditentukan oleh pihak Pengadilan Negeri Mataram. Kliennya sendiri merupakan ahli waris dari pemilik lahan itu, yang membeli secara adat pada 1974. Pembelian itu pun dibuktikan oleh dua orang warga yang sudah bersumpah di persidangan.

Terhadap adanya indikasi intimidasi atas dihalanginya juru sita pengadilan, pihaknya pun akan mengambil langkah hukum. Karena pihaknya menduga ada upaya pengkondisian warga di lokasi oleh pemilik-pemilik lahan yang menjadi tergugat tersebut.

Menanggapi hal itu, kuasa hukum tergugat satu, Kurniadi mengatakan kliennya secara hukum telah mendapatkan hak atas tanah tersebut secara sah. “Klien saya membeli tanah dengan kondisi sudah bersertifikat. Sertifikat tertera tahun 2005 atas nama H Lalu Nasib, itu dibeli pada tahun 2011 dan kemudian dibalik nama tahun 2012,” tuturnya, Kamis (21/03/2024).

Setelah balik nama, kliennya membangun objek wisata seperti bungalow dan restoran yang masih beroperasi di destinasi wisata tersebut. Bisnis tersebut berjalan, hingga pada 2017 penggugat muncul dengan membawa tanda jual beli yang diduga dilakukan secara bawah tangan pada 1974. Jual-beli itu pun dinilai tidak mengikuti aturan ke keagrariaan dan dilegalisasi bukan oleh pejabat setempat.

Dicontohkan, legalisasi jual-beli itu dilakukan di Ampenan, padahal lokasi tanah yang di maksud berada di Sekotong Barat. “Jadi kan tidak cocok. Padahal lokasinya ada di Sekotong,” ketusnya.

Kendati, pihaknya mengaku akan tetap menghormati putusan PK yang memenangkan penggugat. Meski secara prinsip kepastian hukum, pihaknya telah memasukkan bantahan ke pengadilan. Beberapa substansi yang dipermasalahkan seperti posisi, letak, luas dan sebagainya. Kemudian amar yang tidak komplit, yang dalam amar putusannya tidak ada perintah untuk membongkar. “Sehingga mereka tidak bisa membongkar ini. Karena mereka harus lakukan sesuai amar putusan. Itu juga kelemahannya,” tegas pria berambut gondrong ini.

Terkait tuduhan ada pihak yang mengkoordinir warga untuk menghalau juru sita pengadilan, Kurniadi justru menilai masyarakat bergerak atas kemauan sendiri. “Masyarakat bergerak secara sukarela, karena melihat persoalan ini menghambat sektor pariwisata,” sebutnya.

Senada, Kuasa hukum tergugat Debora Sutanto, Andi Yusuf juga mengatakan tanah yang disengketakan telah dibeli kliennya dengan sertifikat pada 2015 silam. Artinya, sertifikat sudah beralih beberapa kali hingga kemudian sampai pada Debora. “Tetapi kenapa tiba-tiba 2017 ada yang mengaku pemilik atas tanah ini Muksin Maksun? Saya tidak tahu, padahal saya selalu di sini menjaga tanah ini,” bebernya. (yud)

- Advertisement -

Berita Populer