26.5 C
Mataram
Senin, 29 April 2024
BerandaPolitikSoal Dugaan Kecurangan Pemilu di Sekotong, Gerindra NTB Buat Laporan Resmi ke...

Soal Dugaan Kecurangan Pemilu di Sekotong, Gerindra NTB Buat Laporan Resmi ke Bawaslu

Lombok Barat (Inside Lombok) – KPU Lombok Barat dan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Sekotong dilaporkan DPD Gerindra NTB ke Bawaslu Lobar. Laporan itu atas dugaan pelanggaran kode etik dan tindak pidana pemilu (tipilu), buntut dari dugaan kecurangan pemilu yang terjadi wilayah Sekotong.

Pihak kuasa hukum dan saksi dari DPD Gerindra NTB menyayangkan tindakan KPU yang tidak menjalankan catatan rekomendasi dari Bawaslu saat pleno tingkat kabupaten untuk melakukan penyandingan data pemilih di sekotong atas temuan Gerindra Lobar. “Sudah diberikan rekomendasi oleh Bawaslu untuk melakukan sandingan C Hasil dengan form D, tetapi itu tidak dihiraukan KPU,” ketus perwakilan DPD Gerindra NTB, Muhazam Fadli yang dikonfirmasi selepas pelaporan di kantor Bawaslu Lobar, Selasa (05/03/2024).

Dijelaskan, pihak Gerindra menemukan dugaan adanya perbedaan data pengguna hak pilih di Sekotong. Di mana dalam data itu, ditemukan adanya ketidaksesuaian antara data pengguna hak pilih pilpres, DPD, DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Padahal, kata dia, seharusnya data pengguna hak suara itu sama untuk lima surat suara tersebut.

Dari data yang dimiliki Gerindra NTB, jumlah pemilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) di Kecamatan Sekotong 48,511 DPT. Namun, dalam jumlah pengguna surat suara hak pilih, ditemukan banyak perbedaan. Seperti jumlah surat suara hak pilih Pilpres sebanyak 47,936, kemudian DPD RI berjumlah 48,017, lalu DPR RI berjumlah 47,990 dan DPRD Provinsi berjumlah 48,036. Data itu yang menjadi dasar pihak Gerindra melontarkan protes saat pleno Kabupaten berlangsung.

- Advertisement -

“Oleh karena itu kita melaporkan PPK dan KPU karena tidak mengakomodir apa yang menjadi rekomendasi Bawaslu untuk melakukan penyandingan data,” ujarnya. Saat itu, pleno pun sempat diskors selama lebih dari 5 jam setelah pihak Gerindra melayangkan protes tersebut. Namun, KPU dan PPK disebutnya justru tidak menindaklanjuti rekomendasi itu dan melanjutkan pleno.

Hal itu yang membuat pihak Gerindra NTB menilai apa yang terjadi di Lobar sebagai tindak pidana dan pelanggaran kode etik. Karena sesuai regulasi seharusnya KPU wajib mendengarkan rekomendasi dari Bawaslu. “Seperti di Kabupaten Lombok Utara ketika Bawaslu meminta untuk memvalidasi data, itu langsung dilakukan buka kotak suara di depan (dalam pleno). Untuk menyandingkan Form D1 dengan form C hasil,” kata dia mencontohkan.

Selain itu, dia mengakui bahwa sebelumnya Gerindra juga sudah melaporkan dugaan kecurangan hilangnya suara partai besutan Prabowo Subianto itu. “Laporan itu terjadi di 79 TPS di Kecamatan Sekotong, itu ada di Desa Buwun Mas, Cendimanik dan tersebar di beberapa tempat,” ungkapnya.

Sementara itu, Ketua Bawaslu Lobar, Rizal Umami mengatakan laporan itu hampir sama dengan laporan dari beberapa pihak lain terkait penyelenggaraan Pemilu di Sekotong. “Sudah ada empat laporan terkait dengan (dugaan) PPK Sekotong. Materinya sama terkait dugaan etik dan pidana Pemilu,” ujar Rizal.

Dia mengatakan, bahwa saat ini laporan tersebut sedang dalam proses penanganan, baik administrasi kode etik, maupun tipilu yang diduga dilakukan PPK Sekotong. Namun diakuinya dari beberapa laporan yang masuk itu, ada juga yang tidak memenuhi unsur materil. Yang menyebabkan sulitnya pembuktian dugaan penggelembungan suara seperti yang dituduhkan peserta Pemilu terhadap PPK Sekotong.

“Harus dikonfirmasi bukti-bukti yang dibawa pelapor,” jelasnya. Rizal juga menyebut, bahwa pihaknya sudah menyampaikan saran perbaikan untuk menyandingkan C hasil dengan D hasil sesuai yang dilaporkan oleh saksi Gerindra saat pleno Kabupaten Lobar. Namun sayangnya, saran perbaikan itu tidak diindahkan oleh KPU dan pleno tetap dilanjutkan.

Namun kata dia, saran perbaikan itu masih bisa diakomodir saat pleno tingkat Provinsi nantinya. Sesuai Pasal 399 sampai 400 Undang-Undang Pemilu. “Ada jalan proses itu bisa diakomodir administrasinya dengan cara sama seperti kemarin. Saran perbaikan terus penyandingan, merekapitulasi sesuai pasal 378, UU 7 tahun 2017,” imbuhnya.

Sehingga Bawaslu meminta seluruh pihak yang melapor agar memenuhi syarat dan bukti. Karena berbeda dengan dugaan pelanggaran kode etik yang tetap bisa berlanjut meski proses sudah berlanjut hingga tingkat provinsi.

Tetapi untuk pembuktian dugaan Tipilu atas administrasi, itu diakuinya cukup sulit untuk ditindaklanjuti kembali. Lantaran pembuktian itu harus syah didapatkan dari saksi dan data form yang ada logo stempel penyelenggara. Beda halnya dengan dugaan pelanggaran kode etik. “Pleno provinsi menjadi satu-satunya jalan untuk membuktikan. Karena pleno kabupaten sudah selesai,” tandasnya. (yud)

- Advertisement -

Berita Populer