31.5 C
Mataram
Sabtu, 27 April 2024
BerandaBerita UtamaSidang Kedua Kasus 4 IRT, Penerapan Pasal 170 Dianggap Berlebihan

Sidang Kedua Kasus 4 IRT, Penerapan Pasal 170 Dianggap Berlebihan

Lombok Tengah (Inside Lombok)- Pengadilan Negeri (PN) Praya kembali menggelar sidang lanjutan perkara dugaan pelemparan pabrik rokok yang dilakukan empat ibu rumah tangga asal Desa Wajegeseng.

Sidang kedua yang digelar Kamis (25/2/2021) siang itu mengagendakan pembacaan eksepsi atau bantahan terdakwa yakni empat ibu rumah tangga yang juga dihadirkan saat sidang.

Mereka didampingi oleh sembilan penasihat hukum yang tergabung dalam “Nyalakan keadilan untuk IRT”.

Dalam eksepsi tersebut, ada tiga poin yang dibacakan oleh penasihat hukum. Yakni terkait pasal yang dikenakan, pendampingan penasihat hukum dalam proses penyelidikan dan ketidakcermatan jaksa dalam kontruksi dakwaannya.

- Advertisement -

Di mana, penasihat hukum menolak penerapan pasal 170 ayat 2 KUHP dengan ancaman maksimal 5 tahun enam bulan penjara yang disangkakan kepada empat terdakwa.

Karena pasal 170 tersebut sejatinya dikenakan atas kejahatan ketertiban umum yang bisa menimbulkan bahaya kepada masyarakat dan ketertiban di lingkungan masyarakat.

“Itu pasal yang berlebihan. Itu rumusan untuk ketertiban umum. Apakah spandek yang penyok ini berakibat pada ketertiban umum?,”tegas Koordinator tim kuasa hukum,
Ali Usman Ahim kepada wartawan usai sidang.

Sembari mempertanyakan apakah gudang perusahaan rokok UD Mawar milik H. Suhardi yang diduga dilempari terdakwa merupakan objek vital yang jika rusak akan mengganggu ketertiban umum.

“Karena ancaman pasal 170 ini ancamannya tidak main-main. 5 tahun enam bulan. Bisa dibayangkan empat ibu dengan dua balita dan anak sakit di rumahnya diancam dengan pasal itu,”imbuhnya.

Karenanya, dalam eksepsi penasihat hukum meminta JPU menghadirkan spandek yang penyok akibat lemparan batu tersebut sebagai alat bukti.

“Kalau anda rusak motor orang, motor itu harus dihadirkan sebagai alat bukti. Untuk melihat tingkat kerusakannya. Sementara itu tidak dimasukkan sebagai alat bukti,”tandasnya.

Selain itu, dalam dakwaannya, jaksa secara secara tegas menyatakan bahwa salah satu alat bukti yang juga digunakan oleh para terdakwa melempar pabrik rokok adalah kayu singkong.

Namun, pihaknya melakukan pemeriksaan berkas dan tidak ditemukan kayu singkong. “Yang ada potongan bambu,”katanya.

Selain itu, JPU menyusun nilai kerugian atas dugaan pelemparan tersebut sebesar Rp4,5 juta. Hal itu dari laporan pemilik perusahaan rokok. Semestinya JPU menetapkan nilai kerugian berdasarkan saksi ahli dari toko bangunan.

“Jangan berdasarkan laporan pelapor bahwa saya rugi Rp10 juta ini kuitansinya itu gampang, tapi harus diteliti ini artinya dibutuhkan kecermatan untuk menyusun ini karena ini menyangkut soal hak konstitusional seorang,”tandasnya.

Selain itu, dari keterangan JPU, para terdakwa didampingi oleh kuasa hukum sejak awal proses penyelidikan. Namun, berdasarkan pengakuan para terdakwa, mereka tidak pernah didampingi oleh pengacara.

“Ya makanya dalam eksepsi itu kami minta majelis untuk menghadirkan semua,”katanya.

Sebelumnya ada putusan sela, pihaknya berharap majelis hakim bisa memanggil pihak-pihak di kepolisian maupun di kejaksaan yang melakukan pemeriksaan terhadap empat terdakwa.

“Ini juga yang sudah mencantumkan dan membubuhkan tanda tangan yang menyatakan sudah mendampingi terdakwa ini hadirkan oleh majelis tanya mereka secara substansi mereka hadir enggak mendampingi selama proses pemeriksaan dan penyidikan. Jangan hanya formalitas,”tegasnya.

Terlepas dari itu, dia sepakat kalau akhirnya persoalan ini diselesaikan secara damai. Hal itu dikatakan terkait dengan upaya dari kepolisian dan kejaksaan yang sedang mengupayakan mediasi antara terdakwa dan pemilik rokok.

Dengan harapan kedua belah pihak bisa berdamai dan bisa menjadi pertimbangan hakim untuk meringankan sanksi hukum di persidangan.

“Kami setuju, kami juga tidak ingin perkara ini lama berlarut-larut. Kami ingin semua pihak bisa menciptakan kedamaian dan kami ingin situasi segera kondusif,”katanya.

Tapi status hukum ke empat ibu RT tersebut juga harus lepas dari tuntutan hukum. “Kalau mau memaafkan pemilik gudang mau perdamai tapi ibu-ibu ini tetap diproses hukum tidak ada gunanya. Akan kami lawan,”tutupnya.

- Advertisement -

Berita Populer